Langsung ke konten utama

MENEROPONG JEJAK PEMIKIRAN KH AHMAD DAHLAN



Kyai Ahmad Dahlan merupakan tokoh nasional yang tak asing lagi di dalam decak gendang telinga kita.  Berkat jasa beliau islam ditanah jawa dipandang tidak secara kaku dan eksklusif namun secara inklusif dan penuh dengan toleransi. Beliau merupakan sosok yang mampu merubah paradigm berpikir umat islam dari kungkungan dogma yang justru mengebiri umat islam itu sendiri. pemikirannya bisa dibilang melampaui pemikiran umat islam pada decade itu. Tak terlalu berlebihan kiranya jika gelar sebagai seorang mujadid atau sang pencerah kita sandangkan kepada tokoh yang satu ini.
Namun uniknya pemikiran-pemikiran ‘segar’ beliau tersebut tidak terejawantahkan dalam manuskrip. Beliau tidak pernah membuat karya dalam bentuk buku layaknya para filsuf yang merubah dunia dengan pemikirannya lewat karya tulis. Namun bukan berarti kyai Dahlan tidak berkarya, hanya saja caranya yang berbeda. Jika dirunut pemikiran kyai Dahlan dapat kita lacak melalui masterpiece-nya yang berupa karya nyata lewat pengaplikasian nilai-nilai al-Quran dalam sendi kehidupan nyata. Beliau merupakan man in action dan bukan man in concept yang hanya mengawang di dunia ide saja. Kyai Dahlan mampu membaca realitas objektif pada waktu itu dan menerapakan paradigma profetis secara tepat. Bisa dibilang kyai dahlan telah berhasil membumikan teologi islam yang terlalu mengawang untuk diterapkan dalam praksis social dalam rangka proses humanisasi dan liberasi. Beliau  mampu mendamaikan idelisme dalam pemikiran  dengan empirisme-pragmatis, sehingga teori dan praktik menjadi selaras dalam harmoni pergerakannya. Bukan sebuah hal yang berlebihan pula jika pengilmuan islam ala Kuntowijoyo telah berhasil beliau manifestasikan.
Jika diruntut secara kefilsafatan atau kaidah filsafat ilmu, pemikiran kyai Dahlan dapat kita baca secara ontologis, epistemiologis, maupun aksiologis.
Secara ontologis beliau telah berhasil menemukan yang ‘ada’ dan memanifestasikan nilai transenden tersebut dalam langkah hidupnya. Beliau berhasil memahami dan mengiterpretasikan ayat-ayat Al-Quran secara komprehensif. Ajaran islam tidak dipahami secara taken for granted atau hanya taklid buta pada tafsir-tafsir lama yang tidak memberi ruang pada kekuatan akal, namun dengan upaya kritis dan diimbangi dengan kesucian hati, kyai dahlan mengelaborasi agama islam sebagai ajaran yang rahmatan lil alamin yang pada zamannya terjebak pada kebuntuan simbolik.
Kemudian jika dilihat secara epistemologis, aspek pemikiran beliau selalu dilandaskan pada nilai normatif agama islam yaitu Al-Quran dan sunah. Namun tak cukup disitu, beliau juga mengintegrasikannya dengan aspek sosiologis yang melingkupi kehidupan sosio-kultural maupun sosio-politik pada waktu itu. Jadi selain berijtihad dengan melakukan pembaruan revolusioner, beliau juga melakukan sebuah purifikasi terhadap aspek ibadah yang dicampuradukkan dengan ajaran-ajaran diluar islam. Sehingga ajaran islam yang otentik, terdistorsi oleh ajaran-ajaran mistik yang sarat dengan  bentik-bentuk TBC (takhayul,bid’ah, dan churafat). Selain itu, sebelum asgar ali engineer meggemakan teologi pembebasan dan Hassan Hanafi dengan islam kirinya, kyai dahlan telah mengkonstruk nalar kritisnya dalam bingkai liberasi, yaitu keberpihakan pada kaum mustadaffin.
Tak diragukan lagi jika pembacaan secara aksiologis sangat begitu terasa dalam kehidupan nyata berupa persyarikatan Muhammadiyah yang berorientasi pada pemberdayaan umat lewat pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan, tak perlu ditanya lagi kejeniusan kyai Dahlan dalam mengkolaborasikan antara sekolah klasik (madrasah) yang hanya berkutat pada pelajaran agama dan sekolah modern yang mempelajari segala macam aspek ilmu pengetahuan baik yang apriori maupun aposteriori. Bisa dibilang kyai dahlan merupakan salah satu pelopor yang menjadikan sekolah tradisional yang berlabel islam menjadi sekolah islam modern yang memakai system pendidikan barat. Dalam bidang kesehatan, beliau membangun PKO (penolong kesengsaraan oemat) yaitu sebuah institusi kesehatan yang berorientasikan kepada rakyat yang pada waktu itu( zaman kolonial) tidak mendapatkan akses kesehatan yang memadai.
Dari pemikiran dialektis kyai Ahmad Dahlan inilah kita sebagai generasi muda islam seharusnya lebih menggali lagi spirit Al-Quran, terutama yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Kita kadang juga terlalu barat-sentris dan memandang islam hanya sebatas hubungan vertikal dengan sang Khalik semata, padahal jika dilihat secara jernih, nilai-nilai yang terkandung dalam islam sangat rasional dan relevan dengan kaidah-kaidah keilmuan. Nah, inilah yang perlu mendapat perhatian lebih karena selama ini islam tertinggal jauh dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Kunci-kunci perabadaban yang berupa ilmu pengetahuan tersebut perlu kita telaah lebih dalam lagi. Jika boleh jujur, sebenarnya sekarang ini kita lebih pragmatis dan hanya menggunakan ilmu sebatas kebutuhan pasar semata dan mungkin ilmu yang ada sekarang ini belum memberikan titik terangnya untuk membebaskan manusia. Meminjam bahasa Foucault “ilmu pengetahuan tidak Cuma untuk dipahami namun untuk dibedah keakar-akarnya”. Bukan mustahil ketika ilmu pengetahuan itu “kembali” dikuasai islam, peradaban utama yang berbasis pada aspek transendental akan terwujud dan bukan cuma angan utopia semata.

Komentar

Populer