Langsung ke konten utama

ada-dalam-dunia

Heidegger bilang kita ini adalah dasein, manusia yang ada-dalam-dunia yg selalu berlumuran waktu. Ketika hidup yang penuh dengan ambiguitas ini tejejak kita sudah meyadari bahwa kita diserbu dengan jutaan makna. Metafor-metafor selalu menghias langkah gerak kita, kita pun akan berhadapan dengan dunia 'luar',
dengan yang-lain sesuatu yang berbeda dari diri kita, ego kita. Kita akan bertemu dengan wajah yang-lain, sebuah wajah yang tersingkap (aletheia) seketika menghancurkan egoisme ke-aku-an. Wajah yang dibalut dengan aksen berwarna, semua centang-parenang dengan cinta. Kita akan kembali, menuju saat pertama, arkhe, asal. Menjadi bayi, suci, tanpa hasrat kuasa. Lalu, ketika kita hadir dalam waktu ini, sekarang, tiba-tiba saja semua menusuk dengan rayuan dan buaian, secara halus mungkin kita terpedaya oleh interpelasi yang semakin menjauhkan kita dari asal-usul itu, yang hanif, kamil. Selera, pandangan-dunia, makna, rasa kita tenggelam dalam doxa yang terkontaminasi kehendak-menuju-kuasa. Apakah semua ini benar-benar diri kita sendiri? Atau kita hanya sekedar mimesis dari orang lain?
Kita selalu mencari diri kita, tujuan, telos, agar kita men-jadi, merengkuh kebenaran. Namun tujuan itu tak pernah menuju akhir narasi, ia terus bergerak seiring keliaran nalar yang terus mencandra realitas. Sebuah momen kebenaran yang tertunda jejak exergue, ruang kosong, spasi,differ[a]nce. Semuanya akan menuju yang satu, sebuah 'Ada' sebuah awalan tanpa akhiran, keabsolutan, beyond, melampaui ruang-waktu. Maka tertawalah kawan, menarilah, bernyanyi bersama penggalan sepi, sesuatu dalam diri kita sendiri, solilokui... Bersujud, mencinta atas kekurangan dan keretakan kita bersama yang-lain, membawa pergi keangkuhan bersama dinginnya angin malam [...]

Komentar

Populer