Terkadang aku tiada mengerti
Kehidupan ini, riuh terpahat sunyi
Disetiap jalan kota ini aku susuri
Etalase, terus membuai, mencerminkan mimpi
Cermin yang bukan 'aku'
Terus ia merayu, merepetisi selera seragam
Demi khayal manusia sempurna
Hasrat kuasa penuh luka, luka yang tanpa luka
Hanya lupa, hanya semu belaka
Senyum terpahat tiada cinta, cinta yang tanpa cinta
Hanya sepi, hanya mati menghampa
malam-malam berkarat,
Kelimun manusia melipur lara oleh bising siang
Wajahnya luka tapi tertawa tiada terkira
aku masih melaju,
Di sekeliling anyir debu menderu
Mengais receh demi harap esok pagi
Pemburuhan disetiap lembaga,
Bunuh diri, demi gengsi, stratifikasi lagi!
Pemikir sepertimu hanya jadi sampah
Dilemparkan orang ramai ke tepi sumpah
Lampu kota mencumbu tiap jiwa
Menangisi kelam ditugu, ingini abadi,
digambarkan disebuah pola
Tapi itu sementara, esok sudah jadi masa lalu
Yang akan kau kekalkan bersama ingatan sayu
Angin pun meliuk liris hatiku biru
Paras cantik itu menahan diri untuk maju
Melirik-lirik tapi hatinya membunuhku
Diam aku, sambil lalu, aku tadahkan muka
Sang bulan membelaiku,
cayanya meluruh angkuhku
Tapi sudah terlambat,
Semua tak tahu tipu rayu,
etalase-etalase, berteriak girang
Kita hanya diam bisu,
…Tapi aku ingin bebas!
Dari bahasa itu: milikku, milikku, milikku....
Komentar
Posting Komentar