Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2012

gerimis

Rintik gerimis telah habis, Menyisa ornamen titik-titik air diantara hijau rumput pada tanah lapang yang menghitam, sepatu mungil para gadis kecil, seraya canda, pula tatapan cerdik pada bulir hujan terakhir, menatap abu-abu langit, melipat payung-payung yang basah, inikah rahmat? Pada warna biru reda hujan dan pola gunung perahu yang tertudung prisma halimun? barangkali diujung sana tersimpan, sesuatu yang lain, yang masih kita taja? Tapi semua sudah berbeda, masa kecil itu hilang seraya hembus udara, mungkinkah bianglala itu tiba? sederet walet di udara, Terbang membebas, lepas Mencecah gugus angin menunggu, hujan kembali menyeka...

•Jalan pulang

--> Pada arah angin, pukul sebelas Kencang menghempas Menelusup relung, langkah pulang Selayang, hampar bukit terpandang Menjulang sindoro, di ujung kaki langit               Seraya udara gunung               Berhilir hembus teduh               Hijau tembakau, membuai aroma               Barangkali, Pada kubah diseberang jalan... Dibukanya lagi, perjanjian baru Mazmur dan amsal, seperti antologi, stanza berhias metafora seperti memancar aura Pada celah cahaya, disetiap ukir kata Mungkin hujan segera tiba Matahari keruh bertudung mendung Tapi dimana kebenaran bermuara? Ku lihat bahagia sepasang tua Pada gaung adzan Terkadang, kita lupa akan 'Ada' Atas rahmat cinta-Nya tiada tepermanai Terny...

Jalan lain

(sebuah puisi pagi, untuknya disana, disebuah tembok ungu) Terkadang, masa lalu adalah harapan, yang hilang, menghias hologram mimpi, seperti saat kita lupa, pada kehidupan, pula kematian yang sederhana, sekejap, sudah menyisa cerita Barangkali, bahagia adalah sejenis lara Pada bulir embun, juga fragmen udara, Semua, adalah rahmat-Nya tiada tepermanai Kau tahu? dunia sudah tak seperti dulu, kini dan disini, Kita sudah ‘biasa’, dengan segala, absurditas pernah terkata… Elemen waktu, berakhir setiap hari, setiap kali Berusaha setia, pada cahaya, tapi, kita bukan apa-apa Dan aku mengenalmu, dalam kenyataan, bukan dimaya dunia Biarlah kita tersenyum, menaja hari, menikmati sendiri Aku tak harapan apa-apa, hanya sekedar menyapa: “Selamat pagi” Semoga hari lebih berarti, menuju Sebuah tempat yang-lain, yang kau ingini… […]

Kematian

-->   Kematian merupakan sebuah keniscayaan dalam diorama kehidupan. Mati berarti konsekuensi dari sejak kita lahir kedunia ini. Sebuah takdir yang tak bisa kita prediksikan kedatangannya sama sekali. Sejak manusia “terlempar” kedunia yang ambigu dan absurd ini, manusia sudah menjadi tubuh yang berjiwa dan bernyawa, yang akan menghidupi dan mengisi dunia, memenangkan pergulatan dengannya, atau bahkan kalah dan dipecundanginya. Hidup ini memang tak terlampau indah. Terlampau hanyut dalam keindahan sorga dunia sudah barang tentu nafsu dan tubuh saja yang dijadikan matra, melarian diri dari absurditas dunia juga akan menjadikan manusia tak mengacuhkan kehidupan bersama, tanggung jawab terhadap dunia hidup manusia yang kian banal, penuh ketakadilan, dehumanisasi, marjinalisasi, eksploitasi… Lantas dalam hidup yang sekejap ini, kemana arah dan tujuan hidup kita? Orang Jawa bilang hidup ini sekedar mampir ngombe (minum), dunia ini sejenis tempat pengujian dan tem...