Apa saja yang pernah engkau fikirkan
Tanpa sengaja aku merasa
Tentang cinta yang dulunya pernah ada
Tapi dimana engkau kemana
Biarkanlah hatiku merubah hatimu menjadi
bahagia
Biarkanlah sang waktu merubah sedihmu
menjadi bahagia
Selamanya
Tentang cinta yang dulunya pernah ada
Tapi dimana engkau kemana
Biarkanlah hatiku merubah hatimu menjadi
bahagia
Biarkanlah sang waktu merubah sedihmu
menjadi bahagia
Selamanya selamanya
Apa saja yang pernah engkau fikirkan?
****
****
Mendengarkan suara Titi Sjuman yang liris
disertai rangkaian aksara yang terpahat indah, serasa sukmaku terdiam dan
tersentak oleh nada-nada minor yang sayu. Lagu itu, apa saja, semakin mengingatkan aku pada masa
lalu yang tertinggal. Masa lalu bagiku adalah diskontinuitas yang terlupa tapi
juga selalu “hadir”. Semakin aku mengingat jejak-jejak yang menyisa itu,
semakin aku terhanyut oleh sebuah wajah, sebuah kecantikan yang tak kekal.
Ya, aku ingat masa-masa waktu aku masih
sering bersua dengannya, yang kini lenyap, hilang meninggalkanku dan menampik
wajahku dalam sepi. Terkadang, memang kerinduan itu selalu mencapai titik
kulminasinya, hingga aku hanya bisa tertunduk diam dalam absurdnya sepi suasana.
Cinta memang seringkali membunuh dan
menggeleparkan jiwa. Tapi juga terkadang membawa kita pada kemabukan yang
melupakan, karena saking nikmatnya merasakan keindahan. Barangkali benar apa
yang dikatakan oleh Moses Maimonides bahwa sejatinya cinta adalah sebuah
kondisi tanpa pengetahuan. Cinta tak butuh logika apapun yang mengarah pada
sebuah keketatan dan rigoritas. Hanya sebuah tulus bening nurani sajalah yang
menjadi matra akan persemaian kedua insan yang terciprat keindahan sublimnya
cinta.
Tentang cinta yang dulunya pernah ada, dulu waktu itu saat aku masih merasakan
senyumnya, saat aku merasakan kebingungan. Karena aku takut, aku hanya
pecundang jalang yang selalu jadi sampah. Aku tak berani untuk berkata, karena
aku sendiri adalah ambivalensi. Berdiri diantara dua sisi, satu sisi inginkan ‘pacaran’
tapi di lain sisi aku takut berpacaran karena banyak diantara sahabatku
berpacaran hanya demi memuaskan nafsu birahinya, selain itu juga karena alasan 'teologis' tertentu.
Ah, entahlah yang jelas sesal pasti selalu
ada dibelakang. Dan sekarang harapan itu sudah terbungkus oleh penampikan. Kini
hanya sekedar menunggu, mungkin ini sejenis obituary yang berkabung saat semua
manusia merasa jumawa akan keberlebihan dan kekurangan di lain pihak.
Semoga engkau selalu berbahagia, disana,
dimana saja. Aku hanya meminta jangan kau lupakan aku, meski kau sudah
menghapusku. Dan layaknya seorang Rayya, aku sedang mencari sebuah cahaya yang
melampaui segala cahaya, cahaya diatas cahaya. […]
Komentar
Posting Komentar