Ya! itulah
cinta…
Gaya yang
teramat anggun, menyamakan pikiran
Kala misterius
itu, dengan batu bara yang kehilangan bara
Kualitas
kecantikan yang agung itu, memancar cerah,
diujung senja
kirmizi
Seperti pagi,
sabtu itu, kita bersua, tapi kau…
Sudah
menghapusku, pada alis itu, pada bola mata sayu
Sebuah frase
kembali bergema, menghadirkan kebisuan,
terpukau oleh
pemikiran, yang kau anggap gila?
Seni karena
keindahannya, inferior,
Kecantikan yang
tak selamanya kekal,
tapi engkau,
membatu, menikam
dalam hatiku,
bentuk itu, seringkali membingungkan
Seni tertinggi,
yang spiritual—dalam juga sublim
Satu, sesamanya
tak sama, selalu saja berbeda
Bentuk liris,
dari emosi sesaat, yang paling sempurna
Sebuah jeritan
ritmis, semacam orang yang menarik sauh
Berabad-abad, bergembira
dengan batu terpahat diatas lereng
Epik, yang
sederhana, muncul pada pusat-pusatnya
Gravitasi
emosi, terpendam dari lorong yang dalam
sederhana, yang
muncul pada kejadian, pada sang pionir
Oleh dirinya
dan orang lain, mengalir berputar
Pada
orang-orang disekitar, Seperti ombak
dilautan yang
tak pernah terhenti, barangkali, narasi
tak lagi murni,
dalam diri, lepas dalam narasinya sendiri
kehidupan
estetik yang bernilai, tak bisa diraba
pada
celah-celah cahaya, sebuah hal ihwal, seperti jeritan
melumatkan rupa
dan irama, juga gairah jiwa
jadilah ia
cahaya, memancar pada warna kirmizi dan pola
hingga akhirnya
membentuk eksistensi, menetralkan diri
pada kertas dan
dawatnya, ia menyentuh—yang akhirnya tak ada
menyentuh wajahnya,
juga hatinya, yang masih jadi rahasia…
Komentar
Posting Komentar