Fragmen I
"Terkadang mungkin benar kita harus melepas sesuatu yang memang ingin dilepaskan dan dibebaskan, meski lama menunggunya hingga mengendap rasa terdalamnya... ikhlas, kemudian dan dengan melepaskan rasa itu kita akan bebas mencari sesuatu yang akan-datang, sesuatu yang selalu terbuka... meski endapan cerita lama itu tak akan pernah hilang, selalu membekas, tapi sebuah mimpi akan menghantarkan wajah kita pada satu bahagia, satu cinta... akhirnya? biarkan fenomena terserak itu melantunkan nada mayornya dengan partiturnya sendiri, semoga bersua saat senyum mengernyit diwajahnya...
***
Fragmen II
"Sebenarnya aku tiada ingin menyakiti seseorang yang menyayangi ku atau bahkan yang membenci ku sekalipun... setidaknya aku pernah mengutarakan kejujuran hati, ketulusan nurani... Mungkin benar terjadi distorsi komunikasi, atau mungkin diri ku yang tak pernah mengerti, entahlah, mungkin saja usaha ku selalu terkekang aksara ku sendiri... Bagi-nya disana, maafkan atas kekeliruan persepsi, atas kepasifan terbungkam... aku akan kembali bila ada jalan kembali, dan akan aku pergi jika jalan ku tertutup halimun egolatri, aku bawa ceritanya terjejaki...." *sebuah renungan selepas tiga rakaat...
***
Fragmen III
Terkadang sesuatu yang terjumpa menyisakan kesan yang sama, meski ihwalnya akan selalu berbeda. Setiap wajah yang terjumpa akan menyisa kesan keluk senyum direlung sadarnya, tiada bisa terlupa dan hilang begitu saja...
Seseorang bahkan menafikan kebenaran yang sejatinya telah ia rengkuh, ia buang satu cinta dan menaburinya dengan sayatan luka... Ia junjung satu kepicisan dan ia curigai ketulusan...
Orang butuh pasti, tapi tak semua pasti adalah azali.Orang mungkin meminta bukti, dengan aksi terejawantah hingga tersemai janji...
Apa kemudian jadi matra tuk luruhkan hati?
Kala malam-malam terjaga, paras cantiknya luka tergores pena kecil para pemuja setia, coretannya menyisa sesal dan riak-riak kesal. Tapi ia tetap mengiangnya sebagai satu rentetan peristiwa, tentang rasa tiada pernah terlembaga satu cinta. Hanya kepingan terbelah yang tiada sempurna tanpa salah satu bagian-nya...
"Aku tahu titik kecil itu masih ada..."
***
Fragmen IV
Kehidupan akan terus berjalan seiring bergulirnya waktu yang tak bisa kita hentikan. Terkadang sesuatunya terjadi tak selurus harapan, antara noesis (pikiran) dan noema (yang difikirkan) tak selalu sejalan. Demikianlah, realitas selalu penuh dengan kejutan dan patahan. Tiada pernah terduga kepingan-kepingannya bahkan apa yang kita rasa indah bisa terasa hambar begitu sebaliknya...
Mengalirlah saja, biarkan setiap cakrawala meleburkan makna-nya pada intensionalitas ego kita. Kepasifan membijak, terus menangguhkan satu langkah yang selalu berkekurangan. Menanti keindahan datang seraya menjalaninya dengan senyum dan usaha kreatif untuk selalu menjadi...
***
Fragmen V
Hidup manusia seperti sebuah "teks", tak akan pernah selesai ditafsir. Maka dari itu, teruslah menafsir dan membaca tiap deretan fenomen warna-warni yang berjalinkelindan tiada tepi, teruslah memaknai, mencari, dan menemukan...
***
Fragmen VI
jangan dipaksa sesuatu yang memang tak sesuai harapan kita, biarlah ia baca realitasnya sendiri, mengalir saja seperti air... karena setiap manusia akan memilih jalannya sendiri, setiap manusia tahu apa dan siapa terbaik untuknya...
***
Fragmen VII
Tidak ada sesuatu apa-pun sempurna didunia imanen ini... Tapi, barangkali keindahan dan estetika itu tercipta dari ketidaksempurnaan, dari sesuatu yang berkekurangan
***
Fragmen VIII
Membaca teologi negatif seolah jiwa merasuk ke sebuah "lain" yang negatif, tak dapat dilogika, tak dapat dikonsepsikan... Tapi ia 'ada' dan terasa, seperti cinta anak manusia, yang meski tak terejawantah sempurna tapi ia selalu terngiang dalam imajinasi kreatif, dalam jiwa penuh percik rasa...
***
Fragmen IX
"Diam" simbolis adalah cara menuju "cinta", ketika pikiran gagal menangkap tanda-tandanya, jiwa akan tergetar dan bergerak (autokineton) untuk terus mencari... Cinta adalah tahapan intelek tertinggi, dan melalui cinta seseorang akan mencapai sebuah kebijaksaan...
*sebuah refleksi negativitas
***
Fragmen X
Mencintai adalah sebuah kondisi tanpa-pengetahuan, seseorang yang mengalaminya tidak melihat kualitas siapa yang dicintainya, tapi merasakan dan menggumulinya...
Jika pengetahuan menuntut kejelasan dan kepastian, cinta tak menuntut apa-apa, kecuali ketulusan... Cinta tak butuh syarat imperatif apapun... Dalam kondisinya yang paling puncak, disana tak ada lagi kemenduaan (dikotomi) antara pengetahuan dan tanpa-pengetahuan... Maka, kita harus melepaskannya sebelum menerima...
***
Fragmen XI
Seseorang pernah menolak satu rasa,
Pada sunyi malam ia cari cinta sejatinya
Jauh ia mencari, hingga tiada sadari seseorang itu begitu dekat...
Tapi ia hanya manusia biasa...
Tahu ia tak sempurna, ia pedomi petuah Platon: "mereka yg sudah bijaksana, entah manusia atau dewa tidak berfilsafat, maka jika engkau inginkan bijaksana berfilsafatlah...."
Komentar
Posting Komentar