Malam
kian larut seraya gelap. Seperti juga hidup, terkadang tenggelam dalam riuh
rendah, terkadang pada puncak yang tak tepermanai. Hidup ini absurd, begitu
kata para eksistensialis, tapi seabsurd apapun itu bukan berarti kita harus
pasrah dan menyerah dalam bingkainya yang selalu dalam ketakpastian. Justru itulah
kita harus melawannya, kita harus menggoreskan tinta-tinta makna,
men-decode-nya menjadi lebih sublim.
Begitu
juga setiap manusia, manusia selalu hendak merengkuh kemerdekaan. Kemerdekaan atas
segala determinasi eksternal yang terkadang amat memuakkan. Apakah kita jua
pernah berfikir ? bahwa kemerdekaan diri hanya ilusi, karena dalam setiap
diri selalu ada kontraksi dengan sesuatu yang bukan diri—sesuatu yang
seringkali tak terdeskripsi, tak bisa terengkuh dengan pasti.
Dalam
aras yang berkecamuk dalam diri ini, kebebasan ! kemerdekaan ! tak
akan pernah berarti tanpa adanya sebuah ikhtiar pembebasan. Satu hal yang tak
mudah. Karena dalam setiap pembebasan selalu ada yang pelik, selalu ada
belenggu yang mencengkeram dengan kencang. Dalam setiap pembebasan selalu
menderapkan tujuan.
Sebuah
tujuan yang tak selalu mudah. Terkadang, sangat ideal, normatif, atau terlampau
sempurna. Semua itu hanya dalam dunia idea, dalam kerangka yang disebut Das solen.
Tak ayal
pula selalu akan ada paradoksikalitas di dalamnya. Sebuah realitas yang selalu
tak lengkap, selalu retak.
Tapi itulah “sejarah”. Sejarah yang seringkali kita
asosiasikan dengan waktu, yang lampau, bukan dalam tataran “manusia”—sebuah tataran
yang selalu berubah-ubah, particular, tak menetap.
Maka, senyumi saja setiap jengkal nafas yang kita
hembus-hilirkan dalam bulir-bulir udara. Karena selalu ada jalan menuju horizon
ke sebuah tempat dimana setiap kebahagiaan akan tertera. Beitu pula setiap
cinta yang kita rasakan sebagai “ada” dalam “ketiadaan”, sebuah cinta yang
selalu hadir (presence) dalam ketakhadiran (absence). Dalam satu yang bukan-satu,
karena satu selalu palsu—tak ada yang-satu jika yang-satu itu berarti sebuah
satu yang ada pada pada dirinya. Dalam penngertiannya sebagai “peristiwa”—sebuah
konsepsi badiouan—selalu ada yang senjang dalam setiap sesuatu yang hadir
secara langsung dengan perwakilan (representasi), tapi darinya selalu ada yang
tak tepermanai yang kita alami dalam dunia ini, mungkin itulah “kebenaran”….dan
tertawalah, senyumi ketamungkinan…
Komentar
Posting Komentar