Langsung ke konten utama

Gara-gara kapitalisme

Menghujat kapitalisme adalah sebuah keharusan. Ia bukan hanya faktor utama yang memasifkan kemiskinan, tapi juga banyak menimbulkan ketidakadilan, kekerasan, dan perang; terutama semakin memperlebar kesenjangan antara yang miskin dan kaya, juga merusak ekologi dan kehidupan manusia.

Ada dua fondasi dasar keberadaan kapitalisme yang membuatnya pantas dihujat. Pertama, kapitalisme hidup didasarkan pada pengeksploitasian manusia terhadap manusia lain tanpa ampun (dehumanisasi), termasuk kepada bumi. Kedua, kapitalisme hidup menempatkan laba diatas kemanusiaan, dengan mengejar hasil produksi maksimal dan menekan biaya produksi serendah-rendahnya.

Didalam sistem kapitalisme, apa pun dan sampai kapan pun, yang menjadi tujuan-alasan-parameter-segalanya-selalu-dan-selalu LABA. Bukan orang bukan manusia yang menjadi tujuan dan topik utama. Laba telah menjadi "nabi, Tuhan, dan kitab suci" bagi kapitalisme.

Hanya orang kuat dan bermodal saja yang mampu membentuk laba dengan mengeksploitasi mayoritas manusia lainnya dan alam. Karena laba menjadi segala-galanya didalam sistem ini, maka manusia-manusia tanpa kuasa dan modal akan selalu menjadi warga paria dan menjadi obyek pengeksploitasian, alat yang diperas untuk membentuk laba bagi mereka yang berpunya dan berkuasa.

Lalu, laba-laba ini akan terus terakumulasi hanya dikantong-kantong sebagian kecil warga dunia penguasa dan pemilik apa yang kita kenal sebagai Trans-Nasional Corporation (perusahaan-perusahaan rakasasa dunia). Dengan kekuatan akumulasi laba, mereka bisa melancarkan perang, membunuh manusia dan bangsa lain, membangun pesawat tempur supercanggih, memproduksi bom nuklir, memeras demi kemakmuran diri dan bangsanya sendiri, memegang kendali atas sumber daya alam dan minyak dunia, menguasai dan mengendalikan sumber perekonomian dan pasar, dan ini semua karena laba dan laba.

Cinta di alam kapitalisme pun menjadi lain. Cinta mengalami metamorfosis menjadi sesuatu yang diperjualbelikan, menjadi komoditas, yang dibungkus indah dalam kegilaan "valentine", menghasilkan lembaran uang, meningkatkan penjualan, meledakkan laba, untuk kembali mengeksploitasi kebodohan manusia di tahun-tahun mendatang.

Uang telah memerkosa dan mengomersilkan cinta hingga bisa dijual dalam bentuk lembaran jantung merah muda dan dikemas dalam blok-blok coklat yang "katanya" tanda kasih sayang. Semua mall menyambutnya, dengan rok mini baju ketat, lipstik pink, perjamuan glamour di hotel berbintang, dan sebuah ilusi superhebat pun digelar agar manusia merasakan telah mencurahkan cintanya dan berkasih sayang penuh romantika. Beli sekarang mumpung lagi diskon. Kapitalisme telah membuat cinta menjadi sempit dan menginjak-injak makna cinta menjadi rendah.

Namun, tidak demikian bagi mereka yang hidup di bantaran kali, nelayan-nelayan, dan para ibu-bapak tani yang semakin terpinggirkan, tergusur oleh kekuasaan dan modal atas nama pembangunan dan kemewahan. Rumah dan tanah mereka di buldozer hingga mereka tinggal di tenda-tenda darurat. Pantai dan sawah tempat menggantungkan hidup kini direnggut untuk menyediakan kompleks perumahan mewah dan mall-mall guna merayakan valentine tiap tahunnya.

Lalu dimana posisi mahasiswa? Saat ini kebutuhan dasar manusia Indonesia telah demikian melambung tinggi. Pendidikan mahal, kesehatan mahal, transport, gula, beras, ikan, telur, listrik, air semuanya mahal. Bahkan cabe harganya seperti emas! Pengangguran dan kemiskinan juga semakin meluas. Bagaimana dengan nasib mereka? Peduli setan dengan mereka semua, karena toh tujuan hidup dalam dunia kapitalisme adalah laba bukan kemanusiaan.

Oleh karena itu, saya akhiri dengan pertanyaan: setujukah kita dengan pemikiran bahwa martabat manusia lebih rendah dari pada laba? Bahwa laba lebih mulia dari pada kemanusiaan kita? Jawaban kita akan menentukan kadar kemanusiaan kita. Dan mahasiswa yang menjadi bagian itu semua memiliki tanggung jawab sejarah untuk mengubahnya. Selamat merenung dan (akhirnya) bertindak!!!

Komentar

Populer