Langsung ke konten utama

Only love can break your heart


Only love can break your heart
I
Terkadang hidup ini seperti permainan catur tanpa alas, tanpa dasar. Kita bermain dengan segala riuh-rendah yang ditawarkannya dengan segala rupa. Mungkin kita lupa mana arah bermuara, ketika pelupuk mata tertahan oleh segala kegagahan dan pernik kemewahan yang ditawarkannya.
 Dan seperti lazimnya permainan: ada yang menang, juga yang jadi pecundang. Tapi diantaranya ada sebuah ranah yang mempertautkannya. Sebuah ruang di mana antagonisme tak lagi ada. Ranah yang terkadang luput tak tergapai, terlupa pada kepalsuan—banalitas hasrat yang selalu tak pernah terpuaskan.
Sunyi, barangkali, kian jadi suri, makin tak bisa di temui. Seperti juga cinta yang seringkali hanya jadi permainan hasrat kuasa, permainan perburuan bagi manusia yang menyandang tahta. Mereka yang tak punya apa-apa, siap saja jadi pecundang. Hanya sekedar meratapi anugerah cinta yang ditelusupkan oleh Tuhan, atau mungkin frustrasi atas penampikan yang menyeringai di tiap jengkal langkahnya, terlelahkan.
 “Since love first made the breast an instrument Of fierce lamenting, by its flame my heart Was molten to a mirror, like a rose I pluck my breast apart, that I may hang This mirror in your sight…”
Demikian puitikalitas mengenai paradoksikalitas cinta. Puisi Iqbal yang memang barangkali tak selalu mudah di terka maksudnya. Tapi itulah cinta, ia adalah sumber segala tragedy, keharuan, juga kebahagiaan. Terkadang memang membuat hati begitu perih karena kerinduan yang mendalam. Seperti kehilangan separuh hati, kehilangan separuh bagian yang tak jua dimengerti keberadaannya. Tapi juga terkadang cinta itu membuat rasa takjub, kegembiraan tiada tepermanai.
Dan cinta itu selalu ada. Merasakan hangat dan sublimnya, merasakan pahit dan getirnya. Itu saja yang aku rasa, yang aku tahu dari setiap jengkal nafas yang perlahan terhembus seraya waktu. Tapi barangkali memang sudah terlambat, dan seseorang yang aku cintai semakin pergi, nun jauh—tak mengacuhkan aku lagi.
Semoga saja ia selalu dalam bahagia. Mendapatkan seorang lelaki yang melebihi aku lahir-bathin. Aku tahu, aku bukan orang sempurna seperti itu, aku tak punya apa-apa. Tak pula kesalehan, akhlak yang baik, maupun harta. Semoga saja, ia dapatkan seorang  sempurna yang memberinya damai, dawat kasih yang setia.
Dan waktu akan tetap mengalir seperti biasa, ruang tak akan terpilah daripadanya. Maka aku akan mencintainya dalam hening, dalam jejak-jejak yang mengada sebagai kebenaran, dalam keheningan bathin, dalam kekosongan yang terjumpa pada sudut-sudut dini hari, kala mentari hendak merekahkan diri di ujung ufuk timur.
Semoga kau tak lagi lupa, siapa aku—yang pernah ada, yang pernah mengisi cerita dalam jutaan tanya.
II
Sometimes, man should fail to find the new territory. When everything is not going to knit our perception, all the hope suddenly fades with the time. The world, the people, the love are taking place into a space in the deep of the tunnel. But, the day will change, the feeling, and the thinking will also change as the soul that try to find a new space—something that impossible in the locus of possibility.
The relation to the Other, even if it remains asymmetrical, open, without possible re-appropriation, must trace a movement of re-appropriation in the image of one's self for love to be possible. Sometimes, Love is narcissistic.
Suppose all occurred in reasonableness, no mess, no way we are, but in my own way! Why as if I had stolen the love? Do you also think like that, is not it? All things silly and scary that had done all my life—that sort of thing—is the only one I do not have to regret, either at the beginning or after. I never lie, to myself and to the woman whom I loved.
I felt in the end, I will fall in the darkness again, but I know this is an unconsciousness mistake, and probably not the way to love. I do not know, and she knows, she cannot be blamed. However, love is right. It is a kind of freedom. All that is too late and I do not know what else to do.
Man is born free, but everywhere he is in chains. In that sense, I will find the two entities that I should choose. Freedom is the consequences of our absurd life, but we will take a breath and walk into a new way, a new dimension that makes the life through sadness and happiness. So, let’s try and never give up! Get ready to move on and on… and the effort will be rewarded happiness by the infinitive-multiplicity, the Other, the God… 
Yes, only love can break your heart, but only love can also make your life so bright.***


Komentar

Populer