Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2012

REVIEW BUKU: DIALEKTIKA MARXIS: SEJARAH DAN KESADARAN KELAS, GEORG LUKACS

REVIEW  BUKU: DIALEKTIKA MARXIS: SEJARAH DAN KESADARAN KELAS, GEORG LUKACS

pseudo-reality dalam ruang publik

Arus informasi hari ini begitu deras menjamah aras kehidupan. Tiap hari kita dijejali berbagai macam konstruksi realitas dimedia cetak, elektronik, maupun cyberspace. Semuanya saling berkontestasi menguasai para khalayak, menguasai kebenaran. Kini adalah zaman pasar mendikte negara. Sebuah zaman ponsel di tangan tanpa berisik mengirim jutaan SMS untuk memilih atau mengeliminasi kandidat bintang instan di TV.  Ruang publik bergeser fungsi menjadi ruang iklan, publikasi kepentingan privat. Memang media tidak lagi melayani propaganda, tetapi ia menjadi panggung bagi kepentingan-kepentingan modal. Dan untuk peran barunya ini media membangun watak tiranisnya sendiri: Semua bisa dibuat patuh, dan bila perlu, impian pun bisa diadministrasikan! Reality show, misalnya, menyimpan paradoks. Show adalah show karena dibedakan dari realitas yang bukan keseolahan, melainkan kesungguhan. Namun, jika reality menjadi show, realitas bisa dikomando dalam/oleh show

katarsis

rintik jeritan percik air memecah sunyi... berhias tempias cahaya meredup disudut teralis... malam pun menawarkan imaji, sesegera rona pagi mengganti keluh waktunya... tepat 04.00 dan sekat mata ini masih terjaga... menanti sebuah ketakpastian, meresap resah terlelahkan... insomnia, kembali mengurai sebuah wajah imajiner-nya...

Sebuah aforisme untuk konfrontasi kecil kawan KKN ku

Pagi itu, tubuh ku benar-benar tersayat oleh desakan mata yang terus merayu tubuh ku untuk datang ke pembaringan. Tapi sebuah pembekalan KKN yang merupakan syarat formal dalam studi strata satu harus ku hadiri. Seketika cepat aku beranjak menuju kampus yang menempa diri ku sebagai anak manusia yang diberi label mahasiswa. Sinar mentari yang redup menjadi penanda akan redupnya tumpuan mata ku. Semalam aku membunuh dan hidupkan kembali ribuan teks yang terlembaga dalam layar monitor laptop ku. Membaca dan mengurai enigma yang tergurat dalam kepala ku. Dan pagi adalah janji, untuk sebuah cita menuju kemenangan strata satu yang selalu diidamkan para Mahasiswa.

Perkembangan Sosiologi[1]

Oleh: Hendra Setiawan Avant Propos Sebagai makhluk individu, manusia selalu sudah menyadari bahwa dirinya tidak dalam kesendirian. Manusia selalu dikerumuni objek-objek yang lain darinya entah itu sesamanya, benda-benda, atau pun alam semesta. Tak pelak secara langsung atau pun tak langsung manusia dalam kehidupannya suka atau tidak akan bergumul dengan orang lain. Sedikit sekali darinya yang bersifat soliter dan jarang ia bisa benar-benar hanya sendirian. Ihwal inilah yang menyematkan identitas manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, tentunya ia akan berinteraksi dengan orang lain. Bahkan secara alamiah manusia akan membentuk sistem, pranata, serta dunia hidup bersama. Dunia hidup bersama inilah yang membawa manusia pada tindakan sosial secara diskursif. Keunikan hidup manusia tersebut kemudian banyak dikaji para 'pencari kebenaran' dan ilmuwan. Ibnu Khaldun merupakan sosok ilmuwan muslim yang mendasari kajian praktik-praktik tindakan sosial yang m...

pesan merah (yang ter-akhir dari yang ke-dua kalinya)

Sebelum amarah berakumulasi disela hati... sebelum luka menghampar lekat nafas tersembunyi... disini, oleh sebuah tanda sebagai representasi masa lalu saat ujian itu berlangsung. Objek itulah yang kemungkinan engkau hasrati, hujamkan elegi untuk menusuk rasa ku. Aku tak menyangka kalau itu amat engkau pedulikan, bahkan mungkin posisi pitam menaik berkulminasi dalam batas topografinya. Aku hanya sekedar 'iseng' tanpa pretensi apa-apa hanya sekedar 'lucu-lucu-an' bernostalgia, sekedar mengingat kembali, anamnesis oleh patahan sejarah yang telah kita rajut bersama pendulum waktu. Dikampus itu, kita bersama mencari sepercik ilmu, menacari masa depan, sebuah pencarian untuk men-jadi, berproses sebagai seorang insan menuju cita, menuju harap, menuju utopia, menuju cinta... sebuah tujuan, sebuah telos yang mungkin saja hanya ada dalam imaji... sebuah masa yang lalu saat kita bersentuhan dengan gelagak diri untuk kita ceritakan kembali pada anak-cucu kita dimasa depan kelak...