Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2012

moonlight sonata

Malam, hening terlentang Balairung yang lengang Menghapus hujan, melenyapkan cahaya Desir angin tebawa Simfoni kesatu-paduannya Menelusup derap waktu, bisu Nada-nada mengiring, multiplisitas yang satu Mencumbu sunyi, terus men-jadi Membawaku keruang yang-lain Segala arah adalah ketiadaan kosmik Mengiang yang lalu, masa itu Mengekalkannya, ingatan sayu Seberkas gema Beethoven, menapak jejak suara merdu Temani sunyiku, padu... "Moonlight sonata"

Cahaya senja

Senja terlukis tinta hitam Pada sebagian cerita yang terlewatkan Obituari tanpa perkabungan Menjemput mimpi tentang keterasingan Mungkinkah pada cahaya bulan? Ingatan menyisa jejak Ada kehilangan yang terasa damai Juga sejumput cinta yang tersimpan Tanpa sengaja terasa, padanya kecantikan Kecantikan yang ku rasa fana Menampik wajahku anyir luka Sebongkah pesan suci menera janji Pada hidup yang tak selamanya indah Bukan karena apa saja, yang tercapai Barangkali, karena ketakmungkinan, juga hidup yang absurd Kehidupan berasa jadi berarti Menunda yang kekal, menunggu jejak waktu berlari mengejar arah angin, malam ini... Tersenyumlah, dunia! Aku mencintai segala yang kau permainkan Tapi aku tak akan mabuk oleh kepalsuanmu! Berkawin dengan segala yang kau pertunjukkan... Dan kini kita ber'ada', dalam cahaya Cahaya yang menipu pelupuk mata Cahaya imanensi, membanal riuh rendah kerak dunia Menantinya, seraya berfikir diluar neraca Cahaya yang-lain, cahaya melampaui segala Cahaya tran...

pagi, tanpa "selamat"

Banyak yang terlupa Pecah cerita melumat sepenggalah mentari Wangi menancap dilantai pertama Merundukkan dahi, diam menuai sunyi Lengang peristiwa, menjejaki setiap kata Sayup-sayup embun, membasah hijau ilalang Pagi yang berharap, dengan doa Semua yang ada, adalah janji semesta Ditepian realitas dan idealitas Karenanya sejarah adalah arah Terus mengalirkan dunyut Perubahan ke ujung muara Sebuah monolog sederhana Membuka hari, menatap diri sendiri Ada yang menggebu, ingini semua Ada yang kecewa, kehilangan entah apa Tapi burung tetap berkicau Menyapa manusia, sejurus hijau pagi Ia berucap pagi tanpa 'selamat' Seperti matahari Yang mulai beranjak naik kaki langit ia naik lazuardi, tapi tak meninggalkan bumi....

hujan di kota seribu bunga

Terhantar satu ingatan Mengikuti riuh kelimun manusia Melewati asa yang kian terlupa Dikota sejuta bunga Aku terhenti Hujan deras membasahi bumi Dan saat kembali adalah jalan sunyi Bersama gema adzan Singgah sejenak, menyapa damai diri Mungkinkah hari akan jadi berarti? Dalam rintik yang pecah Menebas gemuruh air disetiap celah Terangkai sejumput kenangan Yang pernah ada, yang pernah tersisa Aku menunggumu reda....
Bias cahaya menerawang senja Tergelincir segera Menyembunyikan elok rupa jingga Pada angin yang berhilir, mencari arah Akankah harapan, terejawantah? Mungkin langit telah menghapus Warna ungu melekat di bahuku Wangimu memudar terbawa Jejak udara dibalik awan hitam ujung cakrawala Mendaras aksara yang tak lekang Ribuan tafsir, jutaan celah makna Menertawa kebebasan yang jadi kutukan Dan malam adalah jejak revolusi manifesto dikebiri sumpah tiada janji Yang mati atas nama mitologi Menangisi tuhan yang dikabarkan mati Kala yang azali tak lagi diketahui Banalitas kejahatan, mengisi riuh pekat dunia hidup Suara memantul menelusup celah udara Memanggil dunia, untuk segera Beranjak membasuh tubuh terhina Mengingat diri yang kelupaan cahaya...

Cahaya pagi, cahaya?

Cahaya pagi bersinar gemerlap menerangi dunia dengan fragmen-fragmen berwarna yang terciprat ke dalam pelupuk mata. Wangi semerbak dan bau anyir berkelindan menggerayangi hidup yang selalu penuh teka-teki. Saat gelap telah lenyap dan sinar terang mentari pagi berpendar mengiring nafas kehidupan, menapak hawa sublim pagi yang tak akan terus berulang, terus terganti dalam kebaruannya. Hidup yang sederhana, hidup yang biasa-biasa saja, menjalaninya seraya mencerapi setiap tanda-tanda yang terpampang dalam dunia, semuanya adalah momen menuju cahaya. Bilamana kemudian apa yang kita rasakan didalamnya, hanyalah rentetan percik rasa yang tersemai atas “tabrakan” antara kesadaran dan realitas, antara diri ( self ) dan liyan ( the other ). Sudah saling sengakrut dalam keunikan, singularitas, dan perbedaannya yang membuat dunia ini sejurus dengan pluralitas. Pohon-pohon mulai bernafas menghirup karbon hitam yang mulai menyesak udara pagi. Dalam rimbun itu aku melihat cahaya yang saling t...

Mengurai ‘cinta’ bersama Jacques Derrida

Cinta ( l’aomur ) bagi saya adalah sebuah misteri yang sangat sarat akan ketidakjelasan dan kebingungan. Cinta itu sejatinya ‘ada’, hanya saja ia tak kelihatan. Dengan sifatnya yang tak kelihatan secara kasat mata, transenden dalam negativitasnya itulah cinta menjadi tak mudah dimengerti dan dipahami. Tapi ia dapat dirasakan dalam relung hati, dalam sukma. Dan pasti setiap manusia pernah merasakan keteduhan sublim lembutnya, juga rasa sakit yang diakibatkannya. Nah, dari sini kita akan coba mengulas pandangan sang filsuf post-strukturalis Perancis, Jacques Derrida, yang juga pencetus filsafat dekonstruksi. Lebih jelas bisa dilihat di video ini :  Derrida memang awalnya enggan untuk membicarakan ‘apa’ itu cinta. Tapi ia tetap mencoba menjelaskan ihwal musabab cinta itu ‘ada’. Dalam video itu, Derrida mengelaborasi ihwal ontologis cinta. Dimulai dari dua perntayaan : apa ( what ) itu cinta ?   dan siapa ( who ) itu cinta ? disini jelas yang...

"Apa saja"

Apa saja yang pernah engkau fikirkan Tanpa sengaja aku merasa Tentang cinta yang dulunya pernah ada Tapi dimana engkau kemana Biarkanlah hatiku merubah hatimu menjadi bahagia Biarkanlah sang waktu merubah sedihmu menjadi bahagia Selamanya Tentang cinta yang dulunya pernah ada Tapi dimana engkau kemana Biarkanlah hatiku merubah hatimu menjadi bahagia Biarkanlah sang waktu merubah sedihmu menjadi bahagia Selamanya selamanya Apa saja yang pernah engkau fikirkan?  **** Mendengarkan suara Titi Sjuman yang liris disertai rangkaian aksara yang terpahat indah, serasa sukmaku terdiam dan tersentak oleh nada-nada minor yang sayu. Lagu itu, apa saja , semakin mengingatkan aku pada masa lalu yang tertinggal. Masa lalu bagiku adalah diskontinuitas yang terlupa tapi juga selalu “hadir”. Semakin aku mengingat jejak-jejak yang menyisa itu, semakin aku terhanyut oleh sebuah wajah, sebuah kecantikan yang tak kekal. Ya, aku ingat masa-masa waktu aku...

PAGI (sebuah prologomena menuju ruang rindu)

Matahari mulai merangkak naik, menapak kaki langit sejurus arus waktu yang bergulir mekanis dengan ketepatan dan ketetapan hukum alam. Setiap pagi adalah momen ihwal yang tak terisi, semua yang berada dalam dunia menera tanda untuk segera bangkit, mengawali hari dengan secercah harapan diantara setiap ketakmungkinan, ketakpastian, bahkan kemustahilan. Embun berbulir membentuk ornament bening yang menapak sublimasi suasana, kicau burung yang gaduh, juga kokok ayam kampung yang makin menambah pagi jadi berasa alami. Semua diantara mereka, liyaning-liyan itu, menerakan tanda-tanda yang tak habis dijadikan bahan refleksi, sebuah sumber kehidupan yang memberi secercah rasa untuk bersemangat jalani hari. Dan pagi bukan serangkaian deret pengulangan, tapi pagi adalah kebaruan yang menumbuhkan daya untuk berkata “Ya” ( Ja-Sagen ). Pagi ini masih saja sama, tapi terlihat berbeda disetiap rona cahaya. Cahaya-cahaya pagi yang bertebaran diujung dunia, menapak tilas setiap fenomena y...

Penantian (solitary mental life)

Aku mesti melupakan untuk kemudian mengingatnya kembali. Dalam momen kini dan disini, sesuatu itu hadir sekaligus lamat-lamat melenyapkan dirinya. Kala malam sepi, sendiri memagut rindu yang tak jua mendapatkan cinta azali. Monolog yang tak terdengar, sejenak ingin menemukan kembali sebuah kemurnian absolut yang bebas dari kontaminasi—dalam hening solilokui. Waktu yang berlalu selalu mengandaikan jejak masa lalu dan jejak di masa depan. Mengingatnya untuk melupakan, melupakannya untuk kemudian mengingat kembali. Repetisi yang akan terus saja terngiang dalam kesadaran diri. Menanti lagi, sesuatu yang tak pasti, sebuah kehadiran yang-lain yang tak pernah aku mengerti titik nadirnya. Hidup ini memang terkadang selalu retak, tak pernah ada sebuah kepastian absolut. Seperti sebuah cinta yang selalu di damba setiap insan di dunia. Semua manusia ingini cinta yang tulus tanpa kontaminasi banalitas kejahatan. Sebuah harapan yang selalu tertanam, adalah sebuah damai jiwa, keteduhan...